Kamis, 23 Juli 2015

Zero Class #3 : Legacy

Terbit : 30 Juli 2015
Penulis : Pricillia A.W.
Editor : Dini Novita Sari
Ilustrasi Cover : Orkha


Sinopsis : Ini kesempatan terakhir...
Sekaranglah penentuan nasib kelas 11 IPS 4 untuk tahun ajaran mendatang. Selama ini, kelas 11 IPS 4 dilabeli “kelas murid buangan” oleh beberapa guru dan murid SMA Nusa Jaya.

Mana mungkin Gita nggak frustrasi dengan anggapan itu. Ia bertekad membongkar berbagai kasus yang melibatkan kelasnya dan menghilangkan rumor konyol itu. Belum lagi mesti berhadapan dengan pilihan yang membuat banyak pihak tersakiti.

Sampai kemudian, peristiwa tak terduga terjadi! Membuat Gita harus merelakan perasaannya... dan membuktikan apakah kelas 11 IPS 4 merupakan alat balas dendam atau tempat berlindung bagi siapa pun yang terpinggirkan.

Rabu, 29 April 2015

Tentang Saya dan Kamu

Mungkin, berusaha menggapai kamu adalah latihan kesabaran tanpa akhir.

Padahal sebenarnya saya adalah orang yang tidak sabaran. 
Bawaan sifat zodiak, si Aries. Cepat meledak, tidak sabaran serta sembrono dalam segala hal. Anyways, maafkan kalau postingan blog saya selalu baper mode banget. Kalau memang merusak mata dan mau muntah, boleh kok unfollow atau keluarin dari prioritas bookmarks (edisi geer).

Akhir-akhir ini saya banyak menemukan hal-hal baru dalam kehidupan. Soal kantor dan tetek-bengek pekerjaan baru saya (skip aja ngomongin tentang kerjaan rutinitas saya sehari-hari soalnya saya lebih sering muak garis keras), dan tentu saja mengenai dia.

Entah sejak kapan mulainya, entah sejak kapan terjadinya, saya juga nggak ngerti kenapa mendadak dia bisa duduk di skala prioritas kedua (angka favorit saya) dalam hidup saya setelah Tuhan. Mengalahkan tempat untuk keluarga, karir, dan sahabat.

Bukankah dia hebat?

Dalam jangka waktu beberapa minggu berhasil duduk manis di tempat itu, jadi distraksi super kuat di tengah kerumitan dunia kantor, sekaligus jadi suplemen penyemangat di kala saya mesti lembur. Tahu tidak alasan lembur saya di kantor apaan? Supaya dapat duit tambahan tentunya biar bisa jalan sama dia (baru merasakan susahnya berjuang mencari rupiah. Hiks.). Mungkin juga, dia itu sejenis komet yang punya kemampuan melintas super duper cepat dan setara sama kecepatan jutaan tahun cahaya (#celotehsoktahu).

Saya beneran enggak tahu dan bingung kenapa tiba-tiba isi otak saya dipenuhi melulu hal-hal soal dia. Ada yang bilang cinta itu enggak butuh alasan karena bisa hadir dan muncul tidak terduga pada siapapun. Bisa membutakan logika dan bikin hati kehilangan tempat untuk berpijak. Aih. Mendadak saya berubah jadi pujangga menjijikan begini.

Ketika saya sudah menemukan hal yang pantas untuk diperjuangkan, apapun tantangannya, saya sudah pasang badan akan melewatinya. Nggak melihat lagi resiko ataupun efek setelah melewati itu. Dan kadang-kadang, mengabaikan segala benteng-benteng yang sudah para sahabat pasang untuk melindungi saya. Ini nih jeleknya. Beruntung, sahabat saya punya stok pengertian yang super banyak plus udah siap sedia buat menertawakan saya sampai mereka sakit perut kalau kata-kata mereka betulan kejadian.

Kadang, dunia terlalu berisik dan banyak berkomentar. Menyuruh saya berhenti melakukan hal yang sia-sia dan buang waktu salah satunya. Terus terang, sesekali ada sebuah fase di mana saya sedang sangat rapuh karena digempur berbagai tekanan di tiap sudut, hingga membuat saya mengatakan untuk berhenti berusaha. Dan lanjut memikirkan ulang berbagai rangkaian momen yang pernah saya lalui bareng dia. 

Pada akhirnya semua itu kembali pada diri saya sendiri bukan? Toh, ini adalah hubungan yang saya jalani. Dia adalah orang yang saya kenal juga. Mungkin dunia mengenalnya, tapi tidak sebaik ketika saya melakukannya (oke kalimat ini super menjijikan).

*Sampai detik saya menulis blog ini sih, saya masih merasa dia pantas buat diperjuangkan....

Jumat, 24 April 2015

“Life is like a box of chocolates”.

Meski belum pernah menonton Forest Gump, tapi quotes ini selalu menempel erat dalam benak saya.

Life is like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get.”

Siapapun pasti pernah mengalami momen dari quotes Forest Gump. Sambil mempertanyakan juga mempersalahkan mengapa semesta bisa mengatur seperti itu? Memberikan banyak kejutan-kejutan kemudian meninggalkan sepotong cerita serta luka. Dan terkadang waktu dituntut untuk membantu secara sukarela menyelesaikan pedih itu.

Kadang kita tidak diberikan kesempatan untuk memilih kejutan dan cerita seperti apa yang kita inginkan. Dan begitu kamu tidak sengaja terpilih secara acak oleh semesta, maka siap atau tidak siap kamu harus membuka kotak cokelat itu. Apakah ada berbagai rasa di sana? Sesuai keinginan? Terlalu manis? Sangat pahit?

Ingat selalu, kalau kotak cokelat itu dapat hadir di saat yang tidak menentu….

Persis seperti apa yang saya rasakan saat ini.

Saya betul-betul tidak siap dengan kotak cokelat yang baru dibuka ini. Kemasan kotak itu yang membuat saya terpikat pada awalnya. Hmm… bayangkan saja itu Hazelnut Chocolate, salah satu varian cokelat favorit saya. Lembut, menenangkan, menggiurkan dan bikin candu. Ternyata, begitu saya membukanya, bukan hazelnut yang saya temukan. Tetapi malah dark chocolate yang saya dapat. Jenis varian cokelat yang paling saya hindari. Bukan berarti saya antipati betul sama cokelat ini. Selama judulnya masih “cokelat” , ya saya tetep suka kok. Rasanya yang jadi masalah. Pahit, tajam, dan bikin pusing.


Mungkin memang begitulah analogi kehidupan. Elemen kejutan dibutuhkan untuk membuat hidup lebih berwarna? Cheesy memang. Tapi ya memang begitulah adanya. Hati yang akan belajar pada proses beradaptasi berulang-ulang. Selama drama kehidupan berlangsung, kita nggak akan tahu bagaimana akhirnya kan?

Senin, 20 April 2015

Early Morning Converstation

Subuh tadi, saya (terpaksa) terbangun karena ada seseorang yang minta ketemu urgent via Skype. Ya karena dia tinggal di belahan Negeri lain yang perbedaan waktunya cukup menganggu, jadilah berimbas pada komunikasi kami yang sering penuh derita begini. Terus terang, percakapan subuh tadi paling mengganggu banget dari ratusan percakapan subuh lainnya yang pernah kami lalui. 
Kira-kira, kalau dirangkum begini lah percakapan kami : (sudah diperhalus dan diaktifin pendeteksi umpatan atau makian yang senonoh kok)
A : Jadi, apa kabar si cowok komet?
B : Komet? Aku bukan fans coboy junior loh, tapi smashblast.
A : Kabar perkembangan pendekatan kamu sama si ******* (sebut nama langsung dengan nada emosi)
B : Kamu minta Skype subuh-subuh untuk hal yang enggak se-urgent kayak begini? Balikkin lah waktu tidurku yang sekarang mahal dan susah luar biasa!! (balas dengan nada darting)
A : Kalau kamu jawabnya dengan desperate begitu berarti kamu udah megap-megap. Nyerah ya? Cupu ih. Baru juga bentar. Perjuangan kamu belum kelihatan apa-apa di mata dia. Kebiasaan jelek kamu tuh gitu. Belum sampai tempat tujuan, kamu milik muter balik karena merasa capek dan terlalu jauh.
B : Aku memang enggak masalah kalau aku berjuang duluan. Tapi aku butuh kepastian dan prospek. Cewek itu sama kepastian nggak bisa dipisahkan.
A : Itulah dosa cewek yang paling tolol menurutku! Dan kamu tuh bukan cewek yang menurutku dengan tololnya menyerah karena kepastian sialan atau apalah itu. Aku kenal kamu bukan pas tadi pagi di pinggir jalan loh. Aku tahu banget ketika kamu udah menemukan hal yang super duper penting, apapun itu akan kamu korbankan dan kasih tanpa batas waktu. Hanya masalahnya kamu belum ketemu orang yang menghargai usaha kamu itu. Menghargai bukannya juga bakalan balik membalas perasaan kamu. Tapi lebih ke menerima dengan sikap manis. Berterima kasih. Yang terpenting sih, enggak akan memanfaatkan segala perjuangan kamu itu.
B : Dari pengamatan teleskop canggih kamu dari Negeri di seberang samudra itu, dia pantas ya untuk aku perjuangin?
A : Aku belum ketemu orangnya, ya mana aku tahu sih!
B : Cih. Alasan basi.
A : Pantas atau enggak, itu semua balik ke dirimu sendiri loh. Kamu yang menjalankan. Aku cuma mau mengingatkan kamu untuk tetap semangat berjuang. Balik jadi kamu yang dulu, yang begitu semangat ketika udah ketemu hal-hal yang bikin kamu mendadak semangat, dan lupa daratan. Kamu tuh cewek yang aku kenal dengan semangat seperti itu.
B : Really?
A : *menghela napas dengan nggak sabar* yang kulihat sekarang kamu tuh masih setengah berjuang! Kalau memang kamu sayang sama dia, tempuh lah perjuangan apapun itu. Kamu masih mengatur-atur dan mengkalkulasi hal-hal apa yang bakal kamu kasih buat dia. Ya, waktu kamu lah, konsentrasi kamu, fokus kamu. Aku kenal kamu yang bisa mengatur semuanya secara seimbang. Mengatur prioritas kamu dengan baik.
B : Heh, dia tuh belum jadi pacar aku! Kami baru kenal dan akrab juga—
A : *menyela pembicaraan* kamu itu tipikal cewek yang susah melabelkan “sahabat” atau “temen” sama cowok. Butuh waktu nyaris setahun untuk kamu kasih label itu. Di luar itu cuma ada gebetan aja kan?
B : Iya sih….
A : Sekarang gini deh, kamu mau atau enggak berjuang sampai berdarah-darah buat dia? Menerima resiko apapun itu, bahkan yang paling terburuk sekalipun? Semua orang punya kesempatan dan porsi yang sama untuk perjuangin cintanya. Enggak masalah kalau cewek jalan duluan. Selama si cowok merasa baik-baik dan santai aja dengan itu. Kecuali kasusnya cowok itu udah antipati duluan kalau kamu mulai deketin dia. Ya kamu sendiri yang tahu batasan pendekatan itu gimana kan?
B : Iya sih…..
A : Jangan ngeluh kalau kamu merasa belum sampai tujuan akhir loh. Itulah seninya berjuang. Hasilnya indah atau enggak, jadikan itu pelajaran. Latihlah hati kamu dari hal-hal paling besar supaya bikin kamu enggak mudah sakit atau baper ya.
A : Iya deh iya.

Lalu setelah itu sambungan Skype terputus karena saya udah nggak konsen lagi diajak ngobrol. Besoknya, saya dikirimin voice note yang isinya omelan dan umpatan karena main ninggalin gitu aja di Skype hihihihi

Makanya percakapan kali ini paling mengganggu karena menyinggung masalah yang bikin saya sentimentil banget belakangan ini. Bikin baper tiap hari. Si cowok komet memang topik percakapan yang saya hindari sih. Tapi entah kenapa partner Skype saya ini hobi banget menyinggung terus. Padahal udah seringkali saya ngasih warning keras untuk nggak buka percakapan menyangkut ini. Tapi namanya keras hati dan rada sialan, teteeep aja dibahas. Ya udah akhirnya saya yang sering ketampar gara-gara saran dia yang selalu berhasil kena sasaran.
Meski begitu, saya ketolong banget dengan percakapan kami tadi pagi. Karena kalau enggak, saya masih loyo dan merasa lelah aja. Memang cuma dia yang mengerti banget jalan pikiran saya :")

Kamis, 02 April 2015

That’s What Friendship For



Saya beneran nggak tahu kenapa di siang yang mendung ini, mendadak merasa super mellow. Atau mungkin memang saya adalah orang yang baper (mengikuti istilah abege sekarang. Iya deh iya emang bukan abege lagi). Atau mungkin karena pengaruh PMS yang tidak kunjung kelar dan sungguh menyiksa sekali.

Entahlah… 

Gejala mellow attack  ini sebetulnya sudah muncul dari semalam. Cuma tidak begitu saya indahkan lantaran merasa kondisi badan letih luar biasa. Ada beberapa kejadian deh yang bikin saya nyaris blackout kemarin. Thank God it didn’t happen yet.  Saya pulang ke rumah dengan kondisi badan yang masih segar-bugar, walau sedikit lemas dan lelah.

Malam hari tuh bagi saya adalah waktu yang semestinya produktif untuk melanjutkan novel misalnya. Yah karena malam hari mudah bagi saya untuk mentransfer rasa menjadi tulisan. Masalahnya adalah ketika hati saya sedang sakit dan kesulitan untuk menuangkannya dalam tulisan. Jadilah ujung-ujungnya saya galau akut level Taylor Swift putus cinta sama Jake Gylenhaal (maaf garing).

Untunglah saya punya seorang sahabat pelipur lara yang mengerti banget luar-dalam saya. Namanya Inasshabihah. Meski kami terpisahkan jarak dan kesibukan masing-masing, tapi dia adalah orang yang selalu dan selalu saya cari ketika hati saya patah-patah. Mungkin dia sebetulnya adalah kakak perempuan yang selama ini saya inginkan dan dikirimkan Tuhan pada saya dengan cara ajaib. Kami nggak perlu ketemu atau bertelepon setiap waktu. Pertemuan sesekali saja langsung banyak memberikan dampak buat saya.

Dan ya, kemarin malam saya menelepon dia setelah sebelumnya dia nyaris bikin saya mewek dengan nasihat di voice note-nya.  Dia nggak mengatakan kata-kata penghiburan yang manis. Hanya beberapa potong kalimat sendu dengan sebuah pengertian. Mengatakan pada saya untuk tidak pantang menyerah karena masih dalam tahap belajar. Wajar apabila saya tersandung kesalahan dan dosa yang sama untuk kedua kalinya.

Akhirnya… secara perlahan saya mulai menepikan perasaan galau tersebut dan berhenti mengutuki kebodohan diri sendiri.  Terus nggak disangka-sangka nih, dalam hitungan beberapa menit kemudian saya bisa  tertawa berkali-kali karena gantian Inas yang melakukan pengakuan dosa pada saya. Mungkin ini lucu atau ngenes, karena rupanya kami berdua jatuh di dosa dan situasi yang SERUPA!!

Mungkin begitulah sahabat. Dia adalah orang yang menemanimu ketika kamu merasa jadi cewek bodoh garis miring tolol karena tersandung di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Saya sungguh bersyukur bisa mengenal Inas dan memberikan label sahabat padanya. Semoga persahabatan kami terus langgeng meski dimakan zaman.

Senin, 23 Maret 2015

Kisah si Nona Perasa - Bagian Kedua



Nona Perasa tahu kalau penantian itu tidak mudah.
Ada kerelaan hati yang harus dibayar
Serta kenyataan kalau kelak,
Dia tidak pernah muncul untuk menghentikan penantian.
Oh, harus bagaimanakah Nona Perasa melanjutkannya?
Tapi....
Senyum hangat dan lelucon konyolnya
Kerlingan jail serta semburat matanya
Adalah beberapa hal yang sering menghantarkan rindu
Serta sebuah pertanda bagi Nona Perasa,
Untuk tetap menunggu dia.
Berapakah lama lagi waktunya? Apakah aku harus berhenti menunggunya? – tanya si Nona Perasa
Ah, kali ini Nona Perasa tidak menyadari ya?
Bahwa sekarang, hidupnya mulai muncul berbagai emosi.
Dan, tentu saja, Nona Perasa,
Harus menunggu dia untuk membentuk dunia menjadi bulat.

22.10 ketika aku memikirkanmu

Sabtu, 14 Maret 2015

Kisah si Nona Perasa - Bagian Pertama



Ini kisah tentang Nona Perasa...


Yang merasa hidupnya hambar, tanpa rasa.
 Yang sering meratapi warna-warni kehidupan tanpa berminat mencicipinya
Jangan berprasangka buruk dulu.
Nona perasa hanya merasa dunianya berbentuk kotak.
Datar. Tanpa irama. Dan tidak punya ritme serta putaran.
Sampai suatu ketika, Nona Perasa menemukan dia...
Seseorang yang bukan dari masa lalu,
Tapi juga bukan hadiah dari masa depan
Hanya seseorang dengan celoteh cerdas yang menawarkan masa kini
Seseorang yang tampil sederhana tanpa tuntutan.
Seketika, dia berjalan begitu saja melintasi dunia si nona perasa,
Sangat cepat, melebihi kecepatan cahaya manapun
Tapi meninggalkan serpihan kenangan
Dan terkadang, ada air mata yang bersembunyi di belakangnya.
Apakah rasa ini? Siapakah kamu? Apa maumu? – tanya si Nona Perasa setiap waktu
Tentu saja Nona Perasa tidak menemukan jawaban
Karena pertanyaan itu, hilang bersamaan dengan sendunya...

21.38, ketika aku merindukanmu