Rabu, 15 Oktober 2014

Percakpan Manis dengan Andromeda

Di sebuah kedai kopi yang terletak dekat perempatan sebuah Mall, seorang cewek tengah duduk termenung. Bibirnya mengerucut karena sebal begitu dia melihat jam di ponselnya. Padahal cewek itu sudah mendapatkan meja yang nyaman. Jauh dari asap-asap rokok yang berasal dari smoking area dalam kafe itu. Suhu AC dalam kafe itu juga tepat menyorot di tempatnya duduk. Yang menandakan cewek itu tak perlu khawatir kalau-kalau sapuan bedak tabur atau blush-onnya bakal luntur.
Tidak, cewek itu bukan sedang berkencan apalagi menunggu pacarnya. Dia hanya sedang menunggu seseorang. Cukup sulit membuat janji waktu bertemu dengan orang ini. Sudah tahu sulit, kenapa orang ini malah dengan seenak jidat membuang-buang 28 menit waktunya?
Ah, sudahhlah. batin cewek itu dengan napas memburu. Posisinya sekarang, cewek itu yang sangat membutuhkan orang yang sedang ditunggunya itu.

Tepat ketika cewek itu menyelesaikan 1 ronde permainan monopoli dalam ponselnya, pintu kaca kafe itu terbuka. Cewek itu tidak menoleh. Sebelumnya, dia sudah menoleh berkali-kali ketika pintu cafe itu terbuka. Dan hanya menemukan orang-orang asing dan langsung membuatnya kecewa karena bukan kemunculan orang yang sedang ditunggunya.


"Maaf ya bikin lo kelamaan nunggu," seru seseorang, cowok tepatnya, dengan nada suara lembut.
Seketika cewek itu menengadahkan kepala sambil merapikan poninya. Memberenggut bingung pada cowok asing yang tiba-tiba menarik kursi di depannya. Cowok berpakaian t-shirt hitam yang samar-samar mencetak dada bidangnya, menyunggingkan senyum padanya.
"Gue punya penjelasan. Boleh gue pesan minuman dulu karena sebelumnya gue udah lari-lari sampai kafe ini?"
"Oh, iya. silahkan, silahkan," seru cewek itu sambil mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali setelah tersadar akan kekagumannya pada pesona cowok itu.
"Lo pasti-"
"Jadi, kenapa kamu telat dan-" sambar cewek itu cepat.
"Yakin nggak mau tahu nama gue siapa?" sela cowok itu cepat.
"Aku tahu kok. Andromeda Gerardus, kelas 11 di SMA Batavia, lagi naksir-naksirnya sama-"
"Woaah, tahan dulu bagian itu, Kak!" sela Andro panik. "Jangan duluin gue dong untuk bikin pengakuan itu," sambungnya.
Cewek itu tersenyum jail. Kemudian mengangguk pelan. Sembari menunggu Andro memesan minuman, cewek itu berkonsentrasi pada ponselnya. Sekedar membalas puluhan  pesan dari orang-orang yang diganggu cewek itu sembari menunggu Andro tadi.
"Gue abis cek kondisi Ibu sekalian nemenin Gita ngobrol di ruang ICU. Dan, kalau bareng Gita, gue selalu lupa waktu."
"Bukannya kamu benci ruang ICU?"
"Banget," seru Andro lalu meneguk Ice Coffe Americano. "Tapi Gita membuat gue melupakan seluruh hal-hal yang gue benci dalam hidup gue."
"Karena kamu suka sama Gita. Eh, bukan. Kamu sangat menyukai dia."
Andro mengangkat kedua bahunya. "Kita lihat nanti. Tujuan lo menghubungi gue lalu mengajak ketemuan buat cari tahu soal itu, kan?"
Cewek itu mengangguk antusias. "Pertanyaan pertama, apa kamu sadar kamu sudah terlalu banyak berharap?"
"Berharap untuk memiliki Gita sepenuhnya? Gue terlalu ngayal tinggi sih kalau mikirin kemungkinan itu. Soalnya, gue... bukan cowok baik-baik."
"Terus kenapa kamu berani muncul dalam kehidupan Gita?"
"Tekniknya, secara tidak sengaja. Atau menurut penulis takdir, gue sengaja dimunculkan belakangan. Gue harus memanfaatkan waktu kemunculan gue dengan sebaik-baiknya dong."
"Kamu menerima begitu saja hadir belakangan? Yang berpotensi bikin Gita nggak akan menorehkan hatinya sama kamu? Atau jangan-jangan dia suka sama cowok lain?"
"Bisa mengenal dia dan bikin dia tertawa setiap hari udah cukup kok," sahut Andro sambil tersenyum manis.
Cewek itu terkesiap dengan jawaban Andro selama beberapa detik. Kemudian dia menyesap capucinno yang sudah tandas setengah bagian dari cangkirnya. Selain karena kedatangan Andro yang sejak awal di kafe ini sudah menarik perhatian karena ketampanannya, cowok ini hobi sekali menyunggingkan senyum. Siapapun yang melihatnya pasti langsung meleleh karena terpesona.
"Apa dia tahu tentang... ehem... cerita masa lalu kamu yang kelam?"
Kali ini gantian Andro yang tersentak. Mengaduk-aduk gelas yang berisi Ice Coffee Americano dengan gusar. "Dia belum tahu."
"Selama ini kamu membohonginya?"
"Untuk saat ini yang gue pikirkan adalah melindungi dia. Gue nggak tahu kenapa perasaan melindungi ini begitu kuat saat melihat dia setiap hari."
Cewek itu meletakkan pulpennya di atas buku jurnalnya. Kemudian menatap Andro dengan mantap.  "Sepertinya aku nggak perlu menanyakan hal lain lagi. Karena ternyata, aku udah mendengar satu jawaban yang langsung bisa menjawab seluruh daftar pertanyaanku."
Dan, untuk kesekian kalinya Andro tersenyum.

Senin, 08 September 2014

Zero Class #2 : Revelation

TERBIT : 2 OKTOBER 2014
Penulis : Pricillia A.W.
Editor : Dini Novita Sari dan Harriska Adiati
Ilustrasi Cover : Yanagi Yie

Sinopsis : Pertempuran babak kedua dimulai!
Gita optimistis akan memenanginya karena memiliki tiga senjata ampuh: sederet keberhasilan yang diraih pada pertempuran sebelumnya, kekompakan anak 11 IPS 4, serta Nathan yang mulai percaya padanya.
Tapi siapa sangka, gempuran dari kubu musuh makin bertubi-tubi, membuat pertempuran kali ini lebih berliku, memusingkan, dan meninggalkan perih. Guna menjauhkan Gita dari sasaran musuh, Nathan dan Radit memutuskan bekerja sama. Namun, rupanya ada seseorang yang lebih dulu menjaga Gita, seseorang yang berjanji melindungi Gita apa pun risikonya.
Celakanya, banyak korban berjatuhan. Persis setelah serangan terakhir diluncurkan, terkuaklah sepenggal masa lalu yang kemudian memetakan konflik tak masuk akal ini dengan jelas hingga semua orang memikirkan ulang apa yang selama ini mereka musuhi: Terjebak di kelas penuh kesialan atau... Tanpa sadar dimanfaatkan seseorang untuk membalas dendam?

Rabu, 16 Juli 2014

When I Get Stucked...

Holahola readers...
kali ini aku mau cerita tentang hal-hal yang aku lakukan kala stuck menulis.
Pastinya tiap penulis pernah mengalami masa ini. Saat kering ide dan tidak tahu mau menulis apa. Ada yang percaya dengan situasi ini, ada juga yang tidak percaya. Sebagian sih menyebutnya dengan istilah malas.

Kalau menurutku sih, wajar-wajar saja kalau kita merasakannya. Karena aku sendiri pernah merasa begitu. Penyebabnya karena aku stress dengan urusan-urusan di sekitarku, jenuh, lelah setelah seharian dibebani pekerjaan, dan lain-lain.

Bagaimana cara mengatasinya?
hal paling ampuh yang bikin moodku balik lagi sih main sama geng unyuable di rumah. Alias Buddy dan Brownies, 2 anjing tampan dan menggemaskan yang hobi menggelayut manja.
 Kalau memungkinkan sih, sekalian ajak jalan mereka. Palingan sih muterin kompleks rumah aja.  Tapi kalau sudah kelewat malam atau hujan, main-main sama mereka di teras belakang halaman rumah deh. Terutama sih Buddy ya. Usianya 2 tahun lebih muda dari Brownies dan bikin dia mau eksis terus di rumah. Mau diusap-usap dan diajak main terus.
Buddy sukaaaaaaaaa banget main lempar-tangkap tulang. Iya, beneran tulang. Tapi tentu aja tulang sapi loh ya. Selain digerogoti, kadang dijilat, dan terakhir buat main lempar-tangkap. Bagaimanapun kondisi kita, kapanpun waktunya, Buddy selalu ngajak main lempar-tangkap ini.
Terus-terang kadang bikin darting sendiri karena Buddy terus-terusan ajak main di saat aku udah capek,
But, then, he always makes me smile again :)

I really love you guys. I cant imagine life without you...

Minggu, 30 Maret 2014

Happy 22!

Its been a looooong time for the last post.

iya, saya tahu. Ini kalimat basa-basi yang selalu membuka postingan blog saya. Nggak percaya? boleh dilihat dan dicek dari postingan sebelumnya. (Ngarep banget diperhatiin)
bisa dibilang malahan ini adalah postingan pertama saya di tahun 2014 ini.

well tahun baru, dan baru genap seminggu lebih sehari saya menapai usia baru. 22 tahun. usia yang banyak dibilang masa peralihan dari remaja akhir menuju dewasa. Well, saya nggak begitu paham mengenai tahapan-tahapan usia yang dikategorikan sebagai remaja.  Tapi entah mengapa semenjak menapaki usia baru ini atau beberapa bulan sebelumnya, saya merasa pola pikir saya berubah. tentang bagaimana menyikapi dunia, memikirkan masa depan, target jangka panjang yang tiap hari memacu saya buat lebih sering berkarya, dan banyak hal lainnya.
Banyak yang berpendapat bahwa hal yang membedakan anak kecil dan orang dewasa adalah bagaimana tingkat keseriusan memandang dan menjalani hidup. Semakin dewasa, kita makin sadar kebutuhan kian meningkat. Lalu kemudian memutar otak untuk membuat kebutuhan itu terus terpenuhi. Saya merasa sudah masuk fase ini. Semenjak bisa menghasilkan pundi-pundi sendiri, lambat-laun saya mulai berpikir bagaimana baiknya untuk mandiri dan lepas dari sokongan orang tua.
apa saya terlalu cepat memikirkan hal-hal rumit seperti ini?

I mean,
di saat teman-teman sejawat saya nemplok dari satu cafe, ke cafe satunya hanya untuk sekedar minum karena haus atau mengerjakan tugas kuliah. Kemudian ramai-ramai ikutan tren foodporn dengan "memamerkan" nya di media sosial seperti Instagram dan Path. Lalu berganti gadget baru mengikuti tren. Dan hmm yang sering sekali dilakukan teman segeng saya nongkrong berlama-lama di mal.
mungkin saya memang anak rumahan. Atau dalam kamus anak-anak populer: "kutu buku kelas berat"
Saya pribadi tak terlalu peduli dengan julukan apapun, Karena prinsip saya, setiap hal apapun yang terjadi selalu ada waktu yang tepat. Saya suka nongkrong dan ngobrol. Minum kopi di cafe, lalu memposting makanan di jejaring sosial. Tapi tak setiap hari saya lakukan, sehingga cenderung mencondong jadi gaya hidup.

Saya merasa tidak kehilangan masa muda. Justru dengan keputusan saya menjadi anak rumahan yang benci dengan gemerlap keramaian, saya dapat berkarya secara positif.

Bicara soal itu, saya punya kisah menarik soal idola saya, Taylor Swift.
Siapa yang sekarang nggak kenal sama artis cantik langganan nongkrong di nominasi Grammy itu. Lagu-lagunya menghiasi tangga lagu dunia. Lalu, punya selusin (mungkin lebih atau kurang) mantan yang aduhai-luar-biasa-perfect. ada Harry Styles, Joe Jonas, Taylor Lautner, dsbnya, dsbnya hihi
Rupaya waktu Tay masih SMP, dia termaksud anak cupu yang nggak pernah dapat undangan pesta. Jadi, di saat teman-temannya pada asyik pesta sana-sini dengan happy, Tay malah mendem di rumahnya. Mendalami hobinya main gitar. Bahkan dia menciptakan lagu, yang sekarang banyak didengar banyak orang.
Coba kalau dulu Tay bergabung dalam pesta-pesta itu. Pastinya dia nggak akan semassive seperti sekarang ini, kan?
Nggak heran deh kenapa saya makiiin cinta sama Taylor Swift. Selain lagu-lagunya yang easy listening, lirik yang menyindir dengan lucu, kisah hidupnya inspiratif sekali.
Pas banget lagi Tay punya lagu yang judulnya '22'. 
Kalau boleh geer nih, tiap denger lagu ini saya selalu ngerasa Tay nyanyiin khusus buat saya. ecieehh hihi Habis ngepas banget sama tanggal ultah saya, 22 maret. dan angka 2 itu memang angka favorit dan keberuntungan saya.




Happy 22. Semoga Tuhan semakin melimpahkan hikmat dan berkat di umur baru saya ini^^