Senin, 09 Januari 2017

Tribute to Andromeda Gerardus

Awal tahun umumnya jadi waktu yang tepat menyusun resolusi baru. Setujukah kalian? Sounds klise sih, tapi cukup ampuh buat memacu diri kalian untuk berusaha keras mewujudkan resolusi-resolusi itu kan?



Nah, buatku sendiri resolusi awal tahun adalah item wajib yang mesti kubuat supaya selama setahun penuh dapat terarah juga terpacu menyelesaikan tumpuan harapan itu menjadi nyata.

Kali ini, aku mau bocorkan salah satu daftar resolusi yang sudah kususun.

Tapi sepertinya sih udah ketebak juga dari judul postingan blog kali ini *gagal bikin kejutan*

Yaps, betul banget. Tahun ini kugadang-gadang bakal dipakai untuk mengarahkan fokus penuh menulis naskah tentang Andromeda Gerardus, alias akang martabak kita tercinta~ Ada yang kangen dan penasaran nggak sama kisah mafia tampan yang satu ini? Nggak ada? Ya udah deh :( 


(wujud Andro yang nyata dalam imajinasi penulis kayak Kang Ma Roo)


Sekalian juga buat yang masih penasaran sama romansa Gita-Radit, mereka bakal kutampilkan jadi cameo di naskah ini. Sedikit banyak, naskah soal Andro ini masih berhubungan dengan kisah peliknya berusaha move on dari gadis pecinta pink. Tapiii tenangggg, Andro nggak bakal lama terbelit sama patah hati (penulisnya nggak tega euy). Ada tokoh baru yang bakal kupernalkan di sini. Namanya... masih rahasia, ah! Cewek ini nggak kalah bad ass sama Gita kok, terus karakternya model anti-hero juga kayak Andro pas di sekolah. Mereka dipertemukan karna sakit hati dan luka yang serupa, jadi nggak heran kalau keduanya jadi sama-sama tertarik. Kayak dua kutub magnet yang bersinggungan.

Tentu aja kisah cinta Andro kali ini nggak bakal semulus jalan bebas hambatan. Ada Arfa yang masih mengintai dengan niat penuh balas dendamnya. Di satu sisi, ada orang yang iri sama Andro yang mati-matian melindungi cinta barunya ini. Woaaah makin banyak spoiler, makin penasaraaaannn! Tenang, jangan rusuh, jangan panik, penulisnya jadi bingung mesti gimana-.-“ Ceritanya masih digarap, belum sampai setengahnya malahan, jadi kalian kudu stok sabar sebanyak mungkin menunggu spin off Zero Class ini terbit.

Doakan aku yaa para pembaca supaya senantiasa diberi kesehatan sehingga lancar nulis naskah ini. Dan semoga, tokoh baru yang kuciptakan ini dapat banyak cinta dari kalian.

Kamis, 16 Juni 2016

Not Just a Words

Pernah nggak kalian melihat sesuatu dengan begitu berbinar-binar yang selalu disertai gejala antusias penuh ketika menyaksikannya terlampau lama?

Saya sedang mengalaminya.

Bukan kok, ini bukan membicarakan jatuh cinta sama lawan jenis. Tapi tentang sebuah hal yang membuatmu bahagia, bersemangat, terkadang jenuh ketika melakukannya. Sebuah hal yang dimaksud itu bisa diartikan berbagai macam. Tergantung pada masing-masing individu. Kalau saya pribadi sih, menulis.

Menulis adalah hal yang sangat menyenangkan yang pernah saya lakukan sejauh ini. Di samping bercengkrama dengan keluarga, mencoba ragam kuliner, tertawa riuh bersama sahabat, nonton film, serial barat ataupun drama Korea, bermain dengan anjing-anjing saya, ataupun minum secangkir matcha latte hangat, menulis adalah kegiatan yang membuat saya merasa utuh.

Segila apapun persoalan yang menghimpit saya, sebobrok apapun keadaan jiwa saya, hanya dengan menulis saya bisa sejenak menemukan totalitas diri saya sepenuhnya sebagai seorang manusia.



Entah saya yang sejak dulu tidak pandai bergaul dan cenderung kaku, sehingga hanya memiliki sedikit sahabat. Saya juga jarang mengikuti perkembangan tren yang sedang kekinian. Tak semuanya, hanya sedikit saja yang menurut saya penting. Misalnya, memakai sneakers putih yang sekarang jadi hot fashion item di pertengahan 2016 ini.
Tapi terkadang, cita-cita dan mimpi kita terbentur pada dinding realitas hidup yang begitu keras.

Faktanya saya adalah seorang anak sulung dari dua bersaudara. Adik saya baru saja masuk SMA. Keluarga saya memiliki kemampuan ekonomi yang dapat dikatakan cukup. Kami bisa makan lancar setiap hari, tagihan juga terbayar mudah, tapi memang kami tidak bisa menjalankan hidup seperti kebanyakkan keluarga lain. Misalnya, berlibur ke luar kota dengan sebuah mobil. Menurut kami, itu seperti sebuah kemewahan.
Tapi saya percaya, ada rencana Tuhan yang indah yang membuat saya lahir di tengah keluarga yang begitu hangat ini :)

Intinya saya adalah tulang punggung keluarga. Papa saya memiliki pekerjaan yang penghasilannya tidak menentu setiap bulan, sementara Mama adalah seorang ibu rumah tangga. Sudah sangat jelas bukan, bahwa sebagai anak pertama yang sudah dibekali kemampuan sudah waktunya saya ikut andil bertanggung-jawab berbakti bagi keluarga saya.

Jujur saja, perkara itu terkadang bikin migrain saya kambuh. Saya merasa belum siap dibebani tanggung jawab sebesar itu di pundak saya. Masih ada daftar ha-hal menyenangkan, yang belum sempat saya lakukan. Pada akhirnya dengan melewati sederet kejadian pendewasan diri, juga tuntunan serta penyertaan Tuhan, kemudian saya sadar bahwa ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan pada hidup saya. Tuhan telah merancang kapasitas yang tepat untuk saya mendapat beban juga berkat pada akhirnya dengan takaran yang tepat.

Anyways...
Sepanjang saya menjalani hidup saya selama ini, ujung-ujungnya saya menemukan ketenangan ketika menulis. Mungkin sekarang saya terdengar gegabah. Atau banyak yang mencibir bahwa saya melewatkan banyak peluang, seperti dugaan beberapa orang bahwa saya terlampau menikmati zona nyaman ketika saya memprokamirkan keinginan saya menjadi penulis seutuhnya. Menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama saya.
Pekerjaan ini menghasilkan kok. Memang tidak sebesar pekerjaan teman-teman saya yang setiap bulan menghasilkan sejumlah angka tetap pada rekening mereka. Pekerjaan ini murni mengandalkan kreativitas.

Sekarang PR yang harus kerjakan adalah menempa diri lebih giat lagi sekaligus membuktikan pada keluarga saya bahwa dengan pekerjaan ini saya tidak akan meninggalkan tanggung jawab saya, menghidupi keluarga. Toh di beberapa pekerjaan sebelumnya saya sudah memperlihatkan bahwa saya tidak mampu mempertanggung-jawabkan seutuhnya hingga lama.

Ini mungkin menjadi pertanda bahwa sejak awal Tuhan yang memang menuntun saya hingga seperti ini. Saya belajar untuk tidak mempedulikan cibiran maupun kata-kata orang lain. Karena sekarang yang saya pedulikan adalah Tuhan juga keluarga saya.

Harapan saya nggak banyak. Hanya semoga saya bisa mempertanggung-jawabkan niat baik saya ini hingga membuat kedua orang tua saya bangga.

Senin, 07 Maret 2016

New Year, New Life, New Me

Setelah serangkaian drama penuh air mata, aura gelap, dan tanpa harapan #tsah akhirnya ceritaku memasuki episode baru!

Well, jangan salah sangka dulu ya. Bukan, soal novel baru atau apa hahaha ini soal cerita kehidupan.
Kalian kan tahu, selama beberapa bulan terakhir di 2015, blogku isinya penuh nestapa dan derita banget. Dan karena aku adalah kaum pembenci garis keras kemunafikan, aku berani bilang kalau sumber kesedihanku kemarin karena seorang cowok.

"I've been feel so close to him. For a second i thought he will save and rescued me from this hell. But im totally wrong. He is a trap and drag me to another hell. Maybe im too melancolist yet fragile. So im decided do 'serious stuff' with him. And yeah, after that, he dumped me like a trash. Im totally losing hope."


Kupikir ceritaku bakalan berakhir tanpa bahagia. Mengawali 2016 dengan perasaan bersalah juga kesialan dan kesedihan mengikuti. Hidup dengan langit gelap tanpa harapan. Awalnya sih begitu...

Until... miracle come out!

Terkadang, Tuhan perlu tahu dulu seberapa maksimal daya tahan kita lewat serangkaian masalah. Membiarkan kita banyak terluka, menangis berkali-kali sampai rasanya kita nggak punya tenaga lagi untuk sekadar menangis.
Aku bisa bilang begitu karena aku mengalaminya sendiri.
Ya, tiba-tiba wishlist awal 2015, yang kuanggap super mustahil bakal kesampaian, malah tergenapi menjelang 2015 berakhir.
Aku mendapat pekerjaan sebagai content writer sebuah perusahaan startup e-commerce di Bandung!
Siapa yang nggak bakal gembira dapat pekerjaan di luar kota, apalagi Bandung!
Kota romantis, kota cinta, kota dengan keindahan geografis nomor satu, dan julukan-julukan lainnya.

Waktu awal tahun aku cuma menulis wishlist : skripsi selesai, sidang skripsi sukses, wisuda, dan dapat pekerjaan di luar kota.
Secara perlahan wishlistku tergenapi. Dan yang nggak kubayangkan bakal terjadi malah terjadi betulan! (lampirkan emot menangis terharu)

Sudah genap 3 bulan aku tinggal di kota romantis ini. Meski baru mengenalnya, bisa dibilang aku jatuh cinta sama kota ini. Sama keramahan orang-orangnya, lalu-lintasnya, makanannya yang serba murah, ragam kuliner di sana-sini, berbagai tempat wisata yang belum sempat aku kunjungi, dan sebagainya (kalau semua kujabarkan bakalan jadi satu novel)

So yeah, i got a new life in here.
Nanti di postingan berikutnya bakal aku ceritakan lagi ya bagaimana keseharianku di Bandung.



Oh ya, sebelum kelupaan, bagi yang menanyakan soal novel baru, tahun ini akan ada novel baru dengan cerita dan karakter fresh. Maksudnya benar-benar baru terlepas dari bayang-bayang setting Zero Class series. Sebenarnya aku deg-degan luar biasa. Dihantui ketakutan pembaca yang nggak bisa enjoy dengan serial baru. Apalagi masih banyak yang request agar beberapa karakter Zero Class lain dibuatkan cerita sendiri. Aku hanya bisa bilang bersabar yaa, temen-temen pembaca^0^
Aku sudah menyiapkan kejutan-kejutan manis buat kalian. Just wait with patienly, okay? :)

Keep calm and stay positive yaa guys!

Kamis, 23 Juli 2015

Zero Class #3 : Legacy

Terbit : 30 Juli 2015
Penulis : Pricillia A.W.
Editor : Dini Novita Sari
Ilustrasi Cover : Orkha


Sinopsis : Ini kesempatan terakhir...
Sekaranglah penentuan nasib kelas 11 IPS 4 untuk tahun ajaran mendatang. Selama ini, kelas 11 IPS 4 dilabeli “kelas murid buangan” oleh beberapa guru dan murid SMA Nusa Jaya.

Mana mungkin Gita nggak frustrasi dengan anggapan itu. Ia bertekad membongkar berbagai kasus yang melibatkan kelasnya dan menghilangkan rumor konyol itu. Belum lagi mesti berhadapan dengan pilihan yang membuat banyak pihak tersakiti.

Sampai kemudian, peristiwa tak terduga terjadi! Membuat Gita harus merelakan perasaannya... dan membuktikan apakah kelas 11 IPS 4 merupakan alat balas dendam atau tempat berlindung bagi siapa pun yang terpinggirkan.

Rabu, 29 April 2015

Tentang Saya dan Kamu

Mungkin, berusaha menggapai kamu adalah latihan kesabaran tanpa akhir.

Padahal sebenarnya saya adalah orang yang tidak sabaran. 
Bawaan sifat zodiak, si Aries. Cepat meledak, tidak sabaran serta sembrono dalam segala hal. Anyways, maafkan kalau postingan blog saya selalu baper mode banget. Kalau memang merusak mata dan mau muntah, boleh kok unfollow atau keluarin dari prioritas bookmarks (edisi geer).

Akhir-akhir ini saya banyak menemukan hal-hal baru dalam kehidupan. Soal kantor dan tetek-bengek pekerjaan baru saya (skip aja ngomongin tentang kerjaan rutinitas saya sehari-hari soalnya saya lebih sering muak garis keras), dan tentu saja mengenai dia.

Entah sejak kapan mulainya, entah sejak kapan terjadinya, saya juga nggak ngerti kenapa mendadak dia bisa duduk di skala prioritas kedua (angka favorit saya) dalam hidup saya setelah Tuhan. Mengalahkan tempat untuk keluarga, karir, dan sahabat.

Bukankah dia hebat?

Dalam jangka waktu beberapa minggu berhasil duduk manis di tempat itu, jadi distraksi super kuat di tengah kerumitan dunia kantor, sekaligus jadi suplemen penyemangat di kala saya mesti lembur. Tahu tidak alasan lembur saya di kantor apaan? Supaya dapat duit tambahan tentunya biar bisa jalan sama dia (baru merasakan susahnya berjuang mencari rupiah. Hiks.). Mungkin juga, dia itu sejenis komet yang punya kemampuan melintas super duper cepat dan setara sama kecepatan jutaan tahun cahaya (#celotehsoktahu).

Saya beneran enggak tahu dan bingung kenapa tiba-tiba isi otak saya dipenuhi melulu hal-hal soal dia. Ada yang bilang cinta itu enggak butuh alasan karena bisa hadir dan muncul tidak terduga pada siapapun. Bisa membutakan logika dan bikin hati kehilangan tempat untuk berpijak. Aih. Mendadak saya berubah jadi pujangga menjijikan begini.

Ketika saya sudah menemukan hal yang pantas untuk diperjuangkan, apapun tantangannya, saya sudah pasang badan akan melewatinya. Nggak melihat lagi resiko ataupun efek setelah melewati itu. Dan kadang-kadang, mengabaikan segala benteng-benteng yang sudah para sahabat pasang untuk melindungi saya. Ini nih jeleknya. Beruntung, sahabat saya punya stok pengertian yang super banyak plus udah siap sedia buat menertawakan saya sampai mereka sakit perut kalau kata-kata mereka betulan kejadian.

Kadang, dunia terlalu berisik dan banyak berkomentar. Menyuruh saya berhenti melakukan hal yang sia-sia dan buang waktu salah satunya. Terus terang, sesekali ada sebuah fase di mana saya sedang sangat rapuh karena digempur berbagai tekanan di tiap sudut, hingga membuat saya mengatakan untuk berhenti berusaha. Dan lanjut memikirkan ulang berbagai rangkaian momen yang pernah saya lalui bareng dia. 

Pada akhirnya semua itu kembali pada diri saya sendiri bukan? Toh, ini adalah hubungan yang saya jalani. Dia adalah orang yang saya kenal juga. Mungkin dunia mengenalnya, tapi tidak sebaik ketika saya melakukannya (oke kalimat ini super menjijikan).

*Sampai detik saya menulis blog ini sih, saya masih merasa dia pantas buat diperjuangkan....

Jumat, 24 April 2015

“Life is like a box of chocolates”.

Meski belum pernah menonton Forest Gump, tapi quotes ini selalu menempel erat dalam benak saya.

Life is like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get.”

Siapapun pasti pernah mengalami momen dari quotes Forest Gump. Sambil mempertanyakan juga mempersalahkan mengapa semesta bisa mengatur seperti itu? Memberikan banyak kejutan-kejutan kemudian meninggalkan sepotong cerita serta luka. Dan terkadang waktu dituntut untuk membantu secara sukarela menyelesaikan pedih itu.

Kadang kita tidak diberikan kesempatan untuk memilih kejutan dan cerita seperti apa yang kita inginkan. Dan begitu kamu tidak sengaja terpilih secara acak oleh semesta, maka siap atau tidak siap kamu harus membuka kotak cokelat itu. Apakah ada berbagai rasa di sana? Sesuai keinginan? Terlalu manis? Sangat pahit?

Ingat selalu, kalau kotak cokelat itu dapat hadir di saat yang tidak menentu….

Persis seperti apa yang saya rasakan saat ini.

Saya betul-betul tidak siap dengan kotak cokelat yang baru dibuka ini. Kemasan kotak itu yang membuat saya terpikat pada awalnya. Hmm… bayangkan saja itu Hazelnut Chocolate, salah satu varian cokelat favorit saya. Lembut, menenangkan, menggiurkan dan bikin candu. Ternyata, begitu saya membukanya, bukan hazelnut yang saya temukan. Tetapi malah dark chocolate yang saya dapat. Jenis varian cokelat yang paling saya hindari. Bukan berarti saya antipati betul sama cokelat ini. Selama judulnya masih “cokelat” , ya saya tetep suka kok. Rasanya yang jadi masalah. Pahit, tajam, dan bikin pusing.


Mungkin memang begitulah analogi kehidupan. Elemen kejutan dibutuhkan untuk membuat hidup lebih berwarna? Cheesy memang. Tapi ya memang begitulah adanya. Hati yang akan belajar pada proses beradaptasi berulang-ulang. Selama drama kehidupan berlangsung, kita nggak akan tahu bagaimana akhirnya kan?

Senin, 20 April 2015

Early Morning Converstation

Subuh tadi, saya (terpaksa) terbangun karena ada seseorang yang minta ketemu urgent via Skype. Ya karena dia tinggal di belahan Negeri lain yang perbedaan waktunya cukup menganggu, jadilah berimbas pada komunikasi kami yang sering penuh derita begini. Terus terang, percakapan subuh tadi paling mengganggu banget dari ratusan percakapan subuh lainnya yang pernah kami lalui. 
Kira-kira, kalau dirangkum begini lah percakapan kami : (sudah diperhalus dan diaktifin pendeteksi umpatan atau makian yang senonoh kok)
A : Jadi, apa kabar si cowok komet?
B : Komet? Aku bukan fans coboy junior loh, tapi smashblast.
A : Kabar perkembangan pendekatan kamu sama si ******* (sebut nama langsung dengan nada emosi)
B : Kamu minta Skype subuh-subuh untuk hal yang enggak se-urgent kayak begini? Balikkin lah waktu tidurku yang sekarang mahal dan susah luar biasa!! (balas dengan nada darting)
A : Kalau kamu jawabnya dengan desperate begitu berarti kamu udah megap-megap. Nyerah ya? Cupu ih. Baru juga bentar. Perjuangan kamu belum kelihatan apa-apa di mata dia. Kebiasaan jelek kamu tuh gitu. Belum sampai tempat tujuan, kamu milik muter balik karena merasa capek dan terlalu jauh.
B : Aku memang enggak masalah kalau aku berjuang duluan. Tapi aku butuh kepastian dan prospek. Cewek itu sama kepastian nggak bisa dipisahkan.
A : Itulah dosa cewek yang paling tolol menurutku! Dan kamu tuh bukan cewek yang menurutku dengan tololnya menyerah karena kepastian sialan atau apalah itu. Aku kenal kamu bukan pas tadi pagi di pinggir jalan loh. Aku tahu banget ketika kamu udah menemukan hal yang super duper penting, apapun itu akan kamu korbankan dan kasih tanpa batas waktu. Hanya masalahnya kamu belum ketemu orang yang menghargai usaha kamu itu. Menghargai bukannya juga bakalan balik membalas perasaan kamu. Tapi lebih ke menerima dengan sikap manis. Berterima kasih. Yang terpenting sih, enggak akan memanfaatkan segala perjuangan kamu itu.
B : Dari pengamatan teleskop canggih kamu dari Negeri di seberang samudra itu, dia pantas ya untuk aku perjuangin?
A : Aku belum ketemu orangnya, ya mana aku tahu sih!
B : Cih. Alasan basi.
A : Pantas atau enggak, itu semua balik ke dirimu sendiri loh. Kamu yang menjalankan. Aku cuma mau mengingatkan kamu untuk tetap semangat berjuang. Balik jadi kamu yang dulu, yang begitu semangat ketika udah ketemu hal-hal yang bikin kamu mendadak semangat, dan lupa daratan. Kamu tuh cewek yang aku kenal dengan semangat seperti itu.
B : Really?
A : *menghela napas dengan nggak sabar* yang kulihat sekarang kamu tuh masih setengah berjuang! Kalau memang kamu sayang sama dia, tempuh lah perjuangan apapun itu. Kamu masih mengatur-atur dan mengkalkulasi hal-hal apa yang bakal kamu kasih buat dia. Ya, waktu kamu lah, konsentrasi kamu, fokus kamu. Aku kenal kamu yang bisa mengatur semuanya secara seimbang. Mengatur prioritas kamu dengan baik.
B : Heh, dia tuh belum jadi pacar aku! Kami baru kenal dan akrab juga—
A : *menyela pembicaraan* kamu itu tipikal cewek yang susah melabelkan “sahabat” atau “temen” sama cowok. Butuh waktu nyaris setahun untuk kamu kasih label itu. Di luar itu cuma ada gebetan aja kan?
B : Iya sih….
A : Sekarang gini deh, kamu mau atau enggak berjuang sampai berdarah-darah buat dia? Menerima resiko apapun itu, bahkan yang paling terburuk sekalipun? Semua orang punya kesempatan dan porsi yang sama untuk perjuangin cintanya. Enggak masalah kalau cewek jalan duluan. Selama si cowok merasa baik-baik dan santai aja dengan itu. Kecuali kasusnya cowok itu udah antipati duluan kalau kamu mulai deketin dia. Ya kamu sendiri yang tahu batasan pendekatan itu gimana kan?
B : Iya sih…..
A : Jangan ngeluh kalau kamu merasa belum sampai tujuan akhir loh. Itulah seninya berjuang. Hasilnya indah atau enggak, jadikan itu pelajaran. Latihlah hati kamu dari hal-hal paling besar supaya bikin kamu enggak mudah sakit atau baper ya.
A : Iya deh iya.

Lalu setelah itu sambungan Skype terputus karena saya udah nggak konsen lagi diajak ngobrol. Besoknya, saya dikirimin voice note yang isinya omelan dan umpatan karena main ninggalin gitu aja di Skype hihihihi

Makanya percakapan kali ini paling mengganggu karena menyinggung masalah yang bikin saya sentimentil banget belakangan ini. Bikin baper tiap hari. Si cowok komet memang topik percakapan yang saya hindari sih. Tapi entah kenapa partner Skype saya ini hobi banget menyinggung terus. Padahal udah seringkali saya ngasih warning keras untuk nggak buka percakapan menyangkut ini. Tapi namanya keras hati dan rada sialan, teteeep aja dibahas. Ya udah akhirnya saya yang sering ketampar gara-gara saran dia yang selalu berhasil kena sasaran.
Meski begitu, saya ketolong banget dengan percakapan kami tadi pagi. Karena kalau enggak, saya masih loyo dan merasa lelah aja. Memang cuma dia yang mengerti banget jalan pikiran saya :")