Mungkin, berusaha menggapai kamu adalah latihan kesabaran
tanpa akhir.
Padahal sebenarnya saya adalah orang yang tidak sabaran.
Bawaan sifat zodiak, si Aries. Cepat meledak, tidak sabaran serta sembrono
dalam segala hal. Anyways, maafkan kalau postingan blog saya selalu
baper mode banget. Kalau memang merusak mata dan mau muntah, boleh kok unfollow
atau keluarin dari prioritas bookmarks (edisi geer).
Akhir-akhir ini saya banyak menemukan hal-hal baru dalam
kehidupan. Soal kantor dan tetek-bengek pekerjaan baru saya (skip aja ngomongin
tentang kerjaan rutinitas saya sehari-hari soalnya saya lebih sering muak garis
keras), dan tentu saja mengenai dia.
Entah sejak kapan mulainya, entah sejak kapan terjadinya,
saya juga nggak ngerti kenapa mendadak dia
bisa duduk di skala prioritas kedua (angka favorit saya) dalam hidup saya
setelah Tuhan. Mengalahkan tempat untuk keluarga, karir, dan sahabat.
Bukankah dia hebat?
Dalam jangka waktu beberapa minggu berhasil duduk manis di
tempat itu, jadi distraksi super kuat di tengah kerumitan dunia kantor,
sekaligus jadi suplemen penyemangat di kala saya mesti lembur. Tahu tidak
alasan lembur saya di kantor apaan? Supaya dapat duit tambahan tentunya biar
bisa jalan sama dia (baru merasakan susahnya berjuang mencari rupiah. Hiks.). Mungkin juga, dia itu sejenis komet yang punya
kemampuan melintas super duper cepat dan setara sama kecepatan jutaan tahun
cahaya (#celotehsoktahu).
Saya beneran enggak tahu dan bingung kenapa tiba-tiba isi
otak saya dipenuhi melulu hal-hal soal dia.
Ada yang bilang cinta itu enggak butuh alasan karena bisa hadir dan muncul
tidak terduga pada siapapun. Bisa membutakan logika dan bikin hati kehilangan tempat untuk berpijak. Aih. Mendadak saya berubah jadi pujangga menjijikan
begini.
Ketika saya sudah menemukan hal yang pantas untuk
diperjuangkan, apapun tantangannya, saya sudah pasang badan akan melewatinya.
Nggak melihat lagi resiko ataupun efek setelah melewati itu. Dan kadang-kadang,
mengabaikan segala benteng-benteng yang sudah para sahabat pasang untuk
melindungi saya. Ini nih jeleknya. Beruntung, sahabat saya punya stok pengertian
yang super banyak plus udah siap sedia
buat menertawakan saya sampai mereka sakit perut kalau kata-kata mereka betulan
kejadian.
Kadang, dunia terlalu berisik dan banyak berkomentar.
Menyuruh saya berhenti melakukan hal yang sia-sia dan buang waktu salah satunya. Terus terang, sesekali ada sebuah fase di mana saya sedang sangat rapuh karena digempur berbagai tekanan di
tiap sudut, hingga membuat saya mengatakan untuk berhenti berusaha. Dan lanjut memikirkan ulang berbagai rangkaian momen yang pernah saya lalui bareng dia.
Pada
akhirnya semua itu kembali pada diri saya sendiri bukan? Toh, ini adalah
hubungan yang saya jalani. Dia adalah
orang yang saya kenal juga. Mungkin dunia mengenalnya, tapi tidak sebaik ketika
saya melakukannya (oke kalimat ini super menjijikan).
*Sampai detik saya menulis blog ini sih, saya masih merasa dia pantas buat diperjuangkan....