Rabu, 29 April 2015

Tentang Saya dan Kamu

Mungkin, berusaha menggapai kamu adalah latihan kesabaran tanpa akhir.

Padahal sebenarnya saya adalah orang yang tidak sabaran. 
Bawaan sifat zodiak, si Aries. Cepat meledak, tidak sabaran serta sembrono dalam segala hal. Anyways, maafkan kalau postingan blog saya selalu baper mode banget. Kalau memang merusak mata dan mau muntah, boleh kok unfollow atau keluarin dari prioritas bookmarks (edisi geer).

Akhir-akhir ini saya banyak menemukan hal-hal baru dalam kehidupan. Soal kantor dan tetek-bengek pekerjaan baru saya (skip aja ngomongin tentang kerjaan rutinitas saya sehari-hari soalnya saya lebih sering muak garis keras), dan tentu saja mengenai dia.

Entah sejak kapan mulainya, entah sejak kapan terjadinya, saya juga nggak ngerti kenapa mendadak dia bisa duduk di skala prioritas kedua (angka favorit saya) dalam hidup saya setelah Tuhan. Mengalahkan tempat untuk keluarga, karir, dan sahabat.

Bukankah dia hebat?

Dalam jangka waktu beberapa minggu berhasil duduk manis di tempat itu, jadi distraksi super kuat di tengah kerumitan dunia kantor, sekaligus jadi suplemen penyemangat di kala saya mesti lembur. Tahu tidak alasan lembur saya di kantor apaan? Supaya dapat duit tambahan tentunya biar bisa jalan sama dia (baru merasakan susahnya berjuang mencari rupiah. Hiks.). Mungkin juga, dia itu sejenis komet yang punya kemampuan melintas super duper cepat dan setara sama kecepatan jutaan tahun cahaya (#celotehsoktahu).

Saya beneran enggak tahu dan bingung kenapa tiba-tiba isi otak saya dipenuhi melulu hal-hal soal dia. Ada yang bilang cinta itu enggak butuh alasan karena bisa hadir dan muncul tidak terduga pada siapapun. Bisa membutakan logika dan bikin hati kehilangan tempat untuk berpijak. Aih. Mendadak saya berubah jadi pujangga menjijikan begini.

Ketika saya sudah menemukan hal yang pantas untuk diperjuangkan, apapun tantangannya, saya sudah pasang badan akan melewatinya. Nggak melihat lagi resiko ataupun efek setelah melewati itu. Dan kadang-kadang, mengabaikan segala benteng-benteng yang sudah para sahabat pasang untuk melindungi saya. Ini nih jeleknya. Beruntung, sahabat saya punya stok pengertian yang super banyak plus udah siap sedia buat menertawakan saya sampai mereka sakit perut kalau kata-kata mereka betulan kejadian.

Kadang, dunia terlalu berisik dan banyak berkomentar. Menyuruh saya berhenti melakukan hal yang sia-sia dan buang waktu salah satunya. Terus terang, sesekali ada sebuah fase di mana saya sedang sangat rapuh karena digempur berbagai tekanan di tiap sudut, hingga membuat saya mengatakan untuk berhenti berusaha. Dan lanjut memikirkan ulang berbagai rangkaian momen yang pernah saya lalui bareng dia. 

Pada akhirnya semua itu kembali pada diri saya sendiri bukan? Toh, ini adalah hubungan yang saya jalani. Dia adalah orang yang saya kenal juga. Mungkin dunia mengenalnya, tapi tidak sebaik ketika saya melakukannya (oke kalimat ini super menjijikan).

*Sampai detik saya menulis blog ini sih, saya masih merasa dia pantas buat diperjuangkan....

0 komentar:

Posting Komentar