Mendadak,
dalam pikiran saya menyeruak sebuah perasaan kangen masa kecil dulu. Waktu saya
masih kelas 1 SD dan hobi banget setiap minggu meminjam buku-buku dongeng dari
perpustakaan sekolah. Saya merasa beruntung, dulu orang tua mengirim saya ke
sebuah sekolah swasta yang memiliki fasilitas perpustakaan yang terbilang,
super-duper keren. Banyak rak yang dijejali bejibun-bejibun buku di samping
buku pengetahuan, pelajaran, novel, daaaaaan buku cerita dongeng serta novel-novel
yang menurut saya unik banget waktu itu. Setiap hari saya berkunjung ke
perpustakaan sekedar untuk membaca puluhan buku yang menarik perhatian saya.
Soalnya waktu itu tiap murid hanya dibatasi meminjam 1 buku saja dengan kurun
waktu seminggu. Kalau sebelum waktunya dikembalikan, boleh untuk meminjam lagi.
Nah, karena
waktu itu banyaaaaaaaak banget yang mau saya baca, alhasil saya sering
nyolong-nyolong waktu ke Perpus buat baca di sana (masih kecil aja udah ngerti
bolos pelajaran hihi). Dan saya salah satu orang yang paling jejingkrakan kalau
tiba-tiba ada pelajaran yang lokasinya dipindahkan ke Perpus. Bukannya
mendengarkan penjelasan guru, mata saya malah jelalatan berkeliling Perpus
untuk mengira-ngira, rak buku apa yang nanti akan saya jelajahi.
Masa kecil
saya diisi dengan cerita-cerita Tiga Ekor Babi yang Melawan Serigala, Puteri
Duyung, Hansel dan Gretel, Gadis Korek Api, Cinderella, Puteri Salju, Gadis
Berkerudung Merah, dan lain-lain. Awalnya saya tertarik dengan buku-buku itu
karena begitu menggiurkan melihat ilustrasi gambarnya yang berwarna-warni. Plus,
Mama yang selalu mendorong saya untuk belajar banyak dari buku-buku itu. Sejak
saat itu... saya cinta mati sama buku dan cerita. Ketika saya kelas 3 SD, saya
mulai kenal dengan Enid Blyton. Kisah detektif anak-anak yang mengungkap
misteri. Saat membaca cerita itu, saya selalu merasa seolah-olah saya menjadi
bagian dari tim Lima Sekawan yakni; Julian, Dick, George, Anne, dan Timmy. Saat
meminjam buku itu pertama kali, dahi saya sering mengernyit bingung lantaran
tak mengerti beberapa bagian ceritanya. Lalu, Mama menjelaskan pelan-pelan
ketika saya melontarkan pertanyaan. Sehingga, pelan-pelan saya mulai mengerti
dengan berbagai istilah asing. Saya
mulai mengerti kalau dunia luar tak melulu hanya ada “orang baik” saja. Ada
“orang jahat” yang diwaspadai.
Kegemaran
membaca saya makin meningkat. Tak hanya di novel dan cerita Lima Sekawan, ada
buku-buku lainnya (saking banyaknya, sampai lupa pernah baca apa aja).
Buku-buku itu layaknya “kunci” yang membukakan Pintu Imajinasi, yang sekarang
menjadi modal utama saya sebagai Penulis.
Mulai kelas
5 SD, karena saat itu komik sedang menjamur, saya mulai membaca komik. Dan,
saya mengenal soal romatisme cinta dari komik Salad Days. Lewat itu saya
semakin sering menciptakan kisah imajinasi yang muncul seperti film yang
berputar dalam otak saya. Lalu, ketika Mama menghadiahkan saya sebuah buku
kumpulan dongeng terbaik Hans Christian Andersen, saya girang bukan main.
Rasanya seperti ada yang bergemuruh dalam hati. Suatu hari saya mesti bisa
menuliskan kisah imajinasi saya sendiri.
Kemudian,
ketika saya kelas 1 SMP, saya mulai mengenal novel TeenLit. Saya juga membaca
cerita cantik, kisah pendek dengan tokoh-tokoh orang Jepang. Baca novelpun
oper-operan dengan teman sekelas saya yang update banget mengoleksi novel
keluaran terbaru. Hingga akhirnya ada seorang teman di kelas yang menulis novel
di kertas, kemudian diedarkan sekelas untuk dibaca. Seperti novel yang biasanya
digilir baca oleh kami. Melihat dia, saya jadi ikut-ikutan mau nyoba. Sampai
akhirnya jadi deh 100 halaman novel, ditulis oleh tangan saya sendiri di kertas
organizer (ini asli, sampai sekarang masih saya simpan di dalam laci lemari).
Rasa lelah dan pegal rasanya terbayar saat melihat kedua sahabat saya yang
waktu itu kedapatan tugas jadi pembaca pertama dan mengatakan, “Cil, cerita
yang kamu bikin itu seru banget!”
Well, jujur
waktu itu saya menuliskan cerita dengan tokoh utama saya sendiri. Bersama
dengan dua sahabat saya itu. Saat itu saya lagi naksir-naksirnya sama seorang
kakak kelas charming. Karena nggak punya cara buat kenalan, alhasil menulis
menjadi media saya membuat cerita sendiri tentang kisah saya dan dia. Sering
banget berharap cerita yang saat itu saya tulis bisa jadi kenyataan.
Saya bersyukur
bisa mengenal Hans Christian Andersen dan Enid Blyton. Sebetulnya, Mama yang
dulunya bekerja sebagai “mediator” mengenalkan saya kepada maha karya kedua
tokoh legendaris itu. Mama yang menyediakan saya petunjuk untuk saya menemukan
“kunci” pembuka pintu imajinasi itu.
Saya juga
bahagia, karena semasa saya sekolah dari mulai SD, SMP, SMA, bahkan sampai
kuliah selalu ditemani dengan fasilitas perpustakaan yang bener-bener lengkap,
keren, dan bikin kalap. Terlebih masa-masa di mana saya masih berseragam dulu.
Bahkan saat SMA, saya akrab dengan penjaga perpustakaan. Dan didaulat untuk
bertugas merekomendasi buku-buku apa yang akan dibeli Perpustakaan dan masuk
menjadi koleksinya. Ah, betapa bahagianya saya kala itu...
Dan
sekarang, saat akhirnya bisa menjadi penulis, kadangkala saya masih suka enggak
percaya sendiri. Melihat novel saya bertengger manis di salah satu rak dalam
toko buku atau melihat langsung orang yang membeli novel saya di toko buku.
Walau perjalanan saya masih panjang dan masih jauh disandingkan dua “Dewa”
(yakni dua penulis favorit saya, Hans Christian Andersen dan Enid Blyton), ada
keinginan dalam hati saya ingin menjadi seperti mereka. Menjadi “kunci” pembuka
Pintu Imajinasi bagi calon penulis lainnya. Jadi, saran saya kalau memang mau
jadi penulis syarat mutlak yang harus dimiliki harus lebih banyak kalap sama
buku ketimbang yang lain (asal jangan bela-belain bolos jam pelajaran cuma buat
nongkrong di Perpus kaya saya hihi).
2 komentar:
Hello kak :D btw aku penggemar setia novel kakak loh :3 nungguin ZCR lama sekali >< padahal pengen liat kelanjutan dari kelas 11 ips 4 nya ><
eh iya kak, boleh dong diceritain awal mula ketika buku kakak diterima untuk diterbitkan :D just sharing! :) dari pengalaman kakak mungkin bisa menginsiprasi aku dan yang lainnya yg secara khusus pengen nerbitin karyanya sama seperti kakak :D
makasih loh sebelumnya hehe :D keep writing kak! :3 fighting! :3
tulisan yang menginspirasi..
dan sangat bagus bagi saya membacanya,
saya ingin membaca novelmu, apakah masih ada guys?
Posting Komentar