Tidak, cewek itu bukan sedang berkencan apalagi menunggu pacarnya. Dia hanya sedang menunggu seseorang. Cukup sulit membuat janji waktu bertemu dengan orang ini. Sudah tahu sulit, kenapa orang ini malah dengan seenak jidat membuang-buang 28 menit waktunya?
Ah, sudahhlah. batin cewek itu dengan napas memburu. Posisinya sekarang, cewek itu yang sangat membutuhkan orang yang sedang ditunggunya itu.
Tepat ketika cewek itu menyelesaikan 1 ronde permainan monopoli dalam ponselnya, pintu kaca kafe itu terbuka. Cewek itu tidak menoleh. Sebelumnya, dia sudah menoleh berkali-kali ketika pintu cafe itu terbuka. Dan hanya menemukan orang-orang asing dan langsung membuatnya kecewa karena bukan kemunculan orang yang sedang ditunggunya.
"Maaf ya bikin lo kelamaan nunggu," seru seseorang, cowok tepatnya, dengan nada suara lembut.
Seketika cewek itu menengadahkan kepala sambil merapikan poninya. Memberenggut bingung pada cowok asing yang tiba-tiba menarik kursi di depannya. Cowok berpakaian t-shirt hitam yang samar-samar mencetak dada bidangnya, menyunggingkan senyum padanya.
"Gue punya penjelasan. Boleh gue pesan minuman dulu karena sebelumnya gue udah lari-lari sampai kafe ini?"
"Oh, iya. silahkan, silahkan," seru cewek itu sambil mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali setelah tersadar akan kekagumannya pada pesona cowok itu.
"Lo pasti-"
"Jadi, kenapa kamu telat dan-" sambar cewek itu cepat.
"Yakin nggak mau tahu nama gue siapa?" sela cowok itu cepat.
"Aku tahu kok. Andromeda Gerardus, kelas 11 di SMA Batavia, lagi naksir-naksirnya sama-"
"Woaah, tahan dulu bagian itu, Kak!" sela Andro panik. "Jangan duluin gue dong untuk bikin pengakuan itu," sambungnya.
Cewek itu tersenyum jail. Kemudian mengangguk pelan. Sembari menunggu Andro memesan minuman, cewek itu berkonsentrasi pada ponselnya. Sekedar membalas puluhan pesan dari orang-orang yang diganggu cewek itu sembari menunggu Andro tadi.
"Gue abis cek kondisi Ibu sekalian nemenin Gita ngobrol di ruang ICU. Dan, kalau bareng Gita, gue selalu lupa waktu."
"Bukannya kamu benci ruang ICU?"
"Banget," seru Andro lalu meneguk Ice Coffe Americano. "Tapi Gita membuat gue melupakan seluruh hal-hal yang gue benci dalam hidup gue."
"Karena kamu suka sama Gita. Eh, bukan. Kamu sangat menyukai dia."
Andro mengangkat kedua bahunya. "Kita lihat nanti. Tujuan lo menghubungi gue lalu mengajak ketemuan buat cari tahu soal itu, kan?"
Cewek itu mengangguk antusias. "Pertanyaan pertama, apa kamu sadar kamu sudah terlalu banyak berharap?"
"Berharap untuk memiliki Gita sepenuhnya? Gue terlalu ngayal tinggi sih kalau mikirin kemungkinan itu. Soalnya, gue... bukan cowok baik-baik."
"Terus kenapa kamu berani muncul dalam kehidupan Gita?"
"Tekniknya, secara tidak sengaja. Atau menurut penulis takdir, gue sengaja dimunculkan belakangan. Gue harus memanfaatkan waktu kemunculan gue dengan sebaik-baiknya dong."
"Kamu menerima begitu saja hadir belakangan? Yang berpotensi bikin Gita nggak akan menorehkan hatinya sama kamu? Atau jangan-jangan dia suka sama cowok lain?"
"Bisa mengenal dia dan bikin dia tertawa setiap hari udah cukup kok," sahut Andro sambil tersenyum manis.
Cewek itu terkesiap dengan jawaban Andro selama beberapa detik. Kemudian dia menyesap capucinno yang sudah tandas setengah bagian dari cangkirnya. Selain karena kedatangan Andro yang sejak awal di kafe ini sudah menarik perhatian karena ketampanannya, cowok ini hobi sekali menyunggingkan senyum. Siapapun yang melihatnya pasti langsung meleleh karena terpesona.
"Apa dia tahu tentang... ehem... cerita masa lalu kamu yang kelam?"
Kali ini gantian Andro yang tersentak. Mengaduk-aduk gelas yang berisi Ice Coffee Americano dengan gusar. "Dia belum tahu."
"Selama ini kamu membohonginya?"
"Untuk saat ini yang gue pikirkan adalah melindungi dia. Gue nggak tahu kenapa perasaan melindungi ini begitu kuat saat melihat dia setiap hari."
Cewek itu meletakkan pulpennya di atas buku jurnalnya. Kemudian menatap Andro dengan mantap. "Sepertinya aku nggak perlu menanyakan hal lain lagi. Karena ternyata, aku udah mendengar satu jawaban yang langsung bisa menjawab seluruh daftar pertanyaanku."
Dan, untuk kesekian kalinya Andro tersenyum.